Setelah lulus SMA, 3 bulan gue berdiam di rumah dan akhirnya gue merantau ke Jakarta. Gue masih ingat, jam 11 siang gue mencoblos karna hari itu tepat hari pilpres dan jam 1 siangnya gue berangkat dari rumah menuju bandara. Ingatan itu masih cerah sampai sekarang, dan yang paling gue ingat adalah jari yang gue celupin di tinta pemilu pake jari tengah.
Sampai di Jakrata, gue yang tadinya berencana mau kuliah berganti menjadi cari kerja. Bulan pertama gue kerja di warteg, bulan kedua nganggur, baru bulan berikutnya gue dapat kerjaan yang pas, dan gue betah sampai 11 bulan di sana.
Untuk soal asmara, gue belum berpengalaman sama sekali. Dulu semasa SMA gue belum pernah pacaran. Alasan utamanya mungkin karna gak ada yang suka, alasan lainnya gue lebih fokus ke hobi dan teman-teman. Masa SMA gue jomblo tapi tidak pernah galau soal asmara. Dulu, kalau ada buku LKS yang wajib dibeli, bendahara kelas sedang kelilling mau nagih dana kelas, atau dengar dari kelas sebelah kalau guru PKS sedang keliling kelas untuk razia, disaat itulah gue baru galau.
Waktu gue pertama ke Jakarta, gue statusnya LDRan sama cewe yang sebenarnya gue nggak suka sama sekali. Gue ngejalanin hubungan dengannya sekitar 8 bulan. Gue gak menamai ini pacaran, tapi yang pasti gue bukan jomblo. Alasan kita mengakhiri hubungan itu karna kita saling kurang perhatian, sibuk dengan urusan masing-masing, jarang telponan. Dan alasan utama karna gue belum punya rasa sayang.
Setelah status gue berganti jadi jomblo, gue yang belum berpengalaman soal pacaran, setiap ada seseorang yang gue kagumi, itu cuman sebatas kagum. Gue gak pernah ada keberanian untuk lebih dekat. Di masa-masa gue jomblo, disitu gue ngerasain gimana arti kebebasan tanpa pacar, kebebasan godain cewe manapun. Gue baru tau, tenyata godain cewe yang pacarnya cemburuan, itu seru. Sehingga pada masa itu banyak cowo yang kesal karna pacarnya gue godain, tapi yang pasti itu seru.
Gue mulai jenuh dengan kesendirian. Kadang mulai ada rasa iri sama teman-teman gue yang gak bisa ngumpul karna alasan mau jalan sama pacarnya, iri sama teman-teman gue yang kadang sibuk chattingan sama pacarnya saat lagi ngumpul bareng, karna itu semua, gue mulai niat untuk mencari pacar.
***
Gue mulai curhat sama sahabat gue yang cewe. Karna menurut gue, untuk soal perasaan, curhat ke cewe bisa nemu solusi.
“Lo udah bosen godain anak orang Yas?” Dwi ngomong ke gue dengan senyum kecil.
Dwi adalah teman kerjaan gue yang selalu siap dengerin curhat gue, Yas adalah panggilan yang Dwi pakai ke gue, dan cuman dia yang manggil gue dengan sebutan itu. Sebutan itu dia ambil dari nama panjang gue, Tito YASman.
“Kriteria cowo yang diharapkan cewe pada umumnya apa sih ka?" gue biasanya manggil Dwi dengan ka Dwi.
Dwi mulai serius, sembari menghayal untuk jawab pertanyaan gue, “Cewe butuh perhatian, selalu bikin dia ketawa, bikin dia nyaman, di manja juga.”
“Owh…,” gue cuman jawab singkat, sembari berpikir apakah gue punya apa yang dia katakan itu.
“Dan sebenarnya lo punya tau Yas.”
Dwi melanjutkan ngomong, “Cuman sama semua cewe. Lo orangnya perhatian sama yang satu, sama yang lain lo perhatian juga.”
“Yang ada cewe ilfil ya?!”
“Ialah, pasti. Yang tadinya dia senang, jadi ilang.”
“Hmmm…,” gue mengangguk-ngangguk pertanda paham dan memikirkan rencana ke depan.
“Yas, kalo lo emang serius mau pacaran, lo deketin 1 cewe aja, jangan semuanya. Lo perhatian sama 1 cewe aja.”
Gue hanya tersenyum menanggapi kaliamat terakhirnya.
“Emang targetnya siapa Yas?” Dwi bertanya dengan sedikit muka penasaran.
“Gue mau nyoba ah…,” gue hanya berkata begitu tanpa menjawab pertanyaannya. Gue tersenyum dengan tatapan kosong menandakan gue sudah berada dalam hayalan sendiri.
***
Waktu itu, di tempat kerja gue sedang membuka lowongan untuk karyawan baru. Anak-anak yang baru lulus SMA banyak yang ngelamar dan mereka training di tempat gue. Salah satu anak training yang menarik perhatian gue adalah cewek berambut pendek yang keliatan masih polos dan pendiam, berikut gue tau namanya Evi.
Cuman dengan modal ketertarikan saat ngeliat dia pertama kali, gue memutuskan untuk dia yang akan jadi terget. Tapi karna sifat gue yang petakilan, jahil sama semua cewe, gue masih belum memperlihatkan sama dia dan juga sama teman-teman gue tentang hal itu.
Gue minta pin BBnya sama halnya gue minta pin BB anak-anak training yang lain, gue sering memandang matanya sama halnya gue sering ngelakuin sama anak-anak cewe yang lain, dan juga sering bercandain dia lewat chatt BBM sama seperti anak-anak yang lain.
2 minggu Evi training di tempat gue, setelah itu dia dipindah ke tempat lain. 3 hari kemudian, gue mulai ngechat dia. Nanya kabar, nanya sekarang dimana, karna waktu dia dipindah gue belom tau dan baru sadar setelah 3 hari itu kalau dia udah gak kerja lagi di tempat gue.
Cuman beberapa hari kita sudah akrab lewat chat BBM. Walaupun gue belum bertemu setelah dia pindah, tapi hari demi hari kita selalu chattingan, selalu ngucapin selamat pagi, lagi ngapain, selamat tidur. Kita sudah terbiasa untuk saling curhat, dan bercerita tentang hal-hal yang kita alami hari itu.
***
Sekitar 2 minggu berikutnya, Evi dipindah lagi ke tempat yang lain karna tempat sebelumnya akan ditutup. Dan cuman berbeda hari, gue juga dipindah ke tempat kerja yang baru. Kebetulan arah tempat kerja gue melewati tempat kerjanya Evi.
Waktu itu gue hari pertama masuk di tempat kerja yang baru, dan kebetulan Evi masuk pagi dan pulang sore hari. Karna gue juga pulang sore, gue ngechat dia, minta untuk pulang bareng.
“Lo pulang sore kan? Tungguin gue ntar ya kita bareng,” gue ngechat dia sebelum gue balik.
“Ga usah, gue naik angkot aja.” Dia cuman membalas seperti kalimat cewek kalau ditawarin pulang bareng pada umumnya.
“Ah, ntar gue nunggu depan ya!”
“ Ga usah. Ngerepotin.”
“Apaan sih, orang gue sembari lewat. Ntar gue kabarin kalo gue udah nyampe depan ya.”
“Yaudah.”
Hari pertama gue bertemu dia setelah kita pisah kerjaan, dan pastinya ada kecanggungan. Keseruan kita di chat BBM sebelumnya tidak ada ketika kita bertemu dan ngantar dia pulang dengan JEPRI, motor beat yang selalu setia menemani perjalanan gue.
Berikutnya kita selalu pulang bareng, suasananya sudah tidak sekaku awal, gue kadang ngajak dia makan, kadang ngajak dia duduk bareng di samping jalan sembari menikmati kopi. Dari ceritanya gue tau kalau dia suka sate, dia belum punya pacar, dia orang Cilacap, dia anak pertama, umurnya beda 2 tahun dari gue, dia suka lagu-lagu korea, dan suka film horror.
Sekitar 1 bulan lebih gue dan dia jadi teman dekat, dan sudah sama-sama punya perasaan suka. Masalah yang selalu gue takutkan adalah gue dan dia beda keyakinan, gue Kristen katolik, dia muslim.
Malam itu, gue jemput dia dari kerjaan karna dia masuk sore. Selesai gue antar sampai ke rumah, gue langsung balik. Sampi rumah, gue ngechat dia seperti biasanya. Tapi kali ini gue chatnya berbeda.
“Gue udah sampe.”
“Iya.”
“Eh, kalau misal kamu pacaran sama yang beda agama, bapak ngizinin gak?”
“Ngizinin.”
“Owh”
“Lagian kan cuman pacaran, bukan nikah. Itu ga apa-apa juga sih menurut gue.”
Saat itu gue tersenyum membaca reaksinya. Gue tinggal menunggu waktu yang tepat untuk meresmikan hari jadi. Kebetulan kita tinggal di sebuah Negara lucu, dimana bukan pacaran namanya kalau seorang cowok tidak ngomong ‘aku sayang kamu’ dan cewek tidak membalas dengan ‘aku juga sayang kamu’.
Besoknya, tepat disore hari, ketika gue lagi tiduran di kontrakan teman gue menyaksikan mereka main PS, sembari BBMan dengan Evi, anak yang suka lagu Korea itu.
“Ehm, jadi lo kapan mau gue tembak?” dengan isengnya gue, gue melempar pertanyaan itu.
“Emang kenapa?"
“Udah sayang banget ini.”
“Gue enggak,” dia membalas disertai emoticon senyum julurin lidah.
"🙁,” gue cuman membalas dengan emoticon sedih.
“Kenapa emoticonnya gitu?”
“Kirain lo juga udah sayang. Maaf ya gue salah nebak.”
“Eh…”
“(Emoticon minta maaf).”
“Em... lo ga salah kok. Gue juga udah sayang sama lo 🙂🙂🙂(senyum).”
“😄😄😄(emoticon ketawa).”
“🙂🙂🙂(senyum) trus status kita sekarang gimana?”
“Temenan.”
“🙁🙁🙁(emoticon sedih)”
“Pacaran.”
“😊😊😊😊(emoticon senyum manis).”
“I love u sayang.”
“I love u too sayang. Ih malu. Ga biasa manggil sayang 🙂😊(senyum).”
“Hahahah,” balasan terakhir gue yang sebenarnya nggak ketawa.
Meskipun kita jadian dengan kronologi yang sedikit aneh dan beda, tidak seperti pada umumnya, gue nganggap hal itu tidak begitu penting dan tidak perlu dipamerin, yang penting dan pantas untuk dipamerin itu adalah, selama apa hubungan itu bertahan. Karna cuman sedikit pasangan yang bisa bertahan sampe kalender berganti.
***
S E K I A N
Subscribe to:
Posts (Atom)
Mungkin Kamu Suka
Patah Hati dalam Rangkaian Kata: "Patah Hati Yang Kau Berikan"
Selamat datang para pembaca setia, Kali ini, mari kita tertawa sedikit meskipun membahas sesuatu yang serius. Kita akan membahas puisi yan...

-
Halo para pembaca setia! Kali ini, kita akan membahas sebuah puisi yang penuh dengan kesunyian dan perasaan yang mendalam, karya Chairil A...
-
Melestarikan Budaya dalam Puisi "Cerita Buat Dien Tamaela" Salam sejahtera kepada para pembaca setia, Kali ini, saya ingin m...
-
Selamat datang para pembaca setia, Kali ini, mari kita bahas sebuah puisi yang penuh dengan keberanian dan ketidakpastian, karya dari Chai...
-
Kerinduan yang Mendalam dalam Puisi "Cintaku Jauh di Pulau" Salam sejahtera kepada para pembaca setia, Hari ini, saya ingin be...
-
Puisi yang Menggugah Jiwa: "Yang Terampas dan yang Putus" Salam hangat kepada para pembaca setia, Kali ini, saya ingin berbagi...
-
Refleksi Kehidupan dalam Puisi "Sebuah Kamar" Salam hangat kepada para pembaca setia, Kali ini, saya ingin berbagi sebuah puis...
-
Halo teman-teman. Ketika kalian berkunjung dan membaca tulisan ini, artinya kalian sedang butuh dan mencari musik yang bagus untuk pengi...
-
Menyatukan Perbedaan: Refleksi dalam Puisi "Perbedaan yang Kita Satukan" Salam hangat para pembaca setia, Kali ini, saya ing...
-
Melankolia Senja dalam Puisi "Senja di Pelabuhan Kecil" Salam hangat kepada para pembaca setia, Kali ini, saya ingin berbagi s...
-
Chairil Anwar, salah satu penyair terbesar Indonesia, dikenal dengan puisinya yang penuh dengan semangat kebebasan dan pemberontakan. Puis...