Halo para pembaca setia! Hari ini, kita akan membahas sebuah puisi yang penuh dengan sindiran dan perasaan yang menggelitik, karya Titto Telaumbanua, berjudul "Maaf Yang Memudar". Puisi ini mengisahkan tentang kata-kata yang sering kali tidak disadari sudah menyinggung perasaan orang lain dan bagaimana maaf semakin langka di era modern. Tentu saja, kita akan membahasnya dengan sedikit bumbu humor agar lebih menarik dan menghibur!
Sindiran yang Tak Disadari
Puisi ini dimulai dengan penggambaran kalimat-kalimat yang dianggap hanya sebagai hiasan dalam obrolan. Bayangkan saja, setiap kali kita ngobrol santai dengan teman, tiba-tiba ada sindiran yang tidak kita sadari telah menyinggung perasaan. Rasanya seperti melempar bom kecil yang meledak diam-diam. Tapi jangan khawatir, senyum bisa jadi tameng yang ampuh!
Kata Baper yang Sering Terlupakan
Kata-kata yang kita lewatkan masih tersisa, beberapa di antaranya menjadi hantu di dalam pikiran. Wah, bayangkan kalau setiap kata yang menyakitkan bisa berubah jadi hantu yang menghantui pikiran kita. Rasanya seperti sedang bermain film horor, tapi dengan bumbu sindiran. Dan tentu saja, kata "baper" (bawa perasaan) selalu siap jadi alasan!
Hati yang Rawan
Seandainya hati berbicara dan kau mendengar, ungkapan apa yang kau hadiahkan sebagai rasa bersalah? Bayangkan kalau hati kita bisa bicara dan mengungkapkan perasaan sebenarnya. Mungkin kita akan mendengar banyak ungkapan yang membuat kita tersadar, atau malah menganggap hati terlalu sensitif. Ah, hidup di era modern memang penuh dengan ledekan baper!
Evolusi Masa yang Aneh
Sungguh evolusi masa yang aneh. Kata modern yang baru tercipta menjadi tameng segalanya. Wah, bayangkan kalau setiap kata modern bisa jadi tameng untuk segala hal. Seperti saat kita mengatakan "maaf" tapi sebenarnya tidak benar-benar tulus. Rasa simpati perlahan menghilang dan selamat datang di era maaf yang memudar!
Refleksi Akhir
Puisi "Maaf Yang Memudar" ini adalah karya yang menggambarkan perasaan sindiran dan kebaperan di era modern. Melalui bait-bait yang penuh makna dan humor, Titto Telaumbanua berhasil menyampaikan perasaan yang mungkin pernah kita rasakan. Maaf yang semakin langka dan sindiran yang tak disadari selalu berhasil membuat kita berpikir dua kali.
Mari kita renungkan setiap bait puisi ini dan menemukan makna mendalam di dalamnya, sambil menikmati sedikit bumbu komedi yang membuat pembaca nyaman dan tertarik. Siapa tahu, setelah membaca puisi ini, Anda akan semakin sadar untuk lebih berhati-hati dalam berkata-kata dan lebih tulus dalam meminta maaf.
***
Maaf Yang Memudar
Karya: Titto Telaumbanua
Kalimat-kalimat yang kau anggap hanya sebagai hiasan dalam obrolan
Menyindir yang kau tak sadar telah menyinggung
Disertai senyumanmu yang tak terlihat makna salah
Aku sebagai lawan bicaramu hanya membalas senyummu dengan senyuman
Kata- kata yang kita lewatkan masih tersisa
Beberapa di antaranya menjadi hantu di dalam pikiran
Tanpa menyadarkanmu akan hati yang sedang tersentuh
Menghindari kata baper yang akhirnya kau pun lupa kata maaf
Seandainya hati berbicara dan kau mendengar
Ungkapan apa yang kau hadiahkan sebagai rasa bersalah?
Atau mungkin sebaliknya,
Segalanya kau anggap sebagai hati yang masih terlalu rawan
Tidak terbiasa, masih sensitif, mudah tersentuh
Dan berakhir pada ledekan baper
Sungguh evolusi masa yang aneh
Kata modern yang baru tercipta menjadi tameng segalanya
Rasa simpati pada hati yang begitu halus
Lenyap ditelan masa
Dan,
Selamat datang di era maaf yang memudar
***
Silahkan menonton video musikalisasi dari puisi “Maaf Yang Memudar”.
No comments:
Post a Comment