Proses Keterlibatanku di 17 Agustusan


Hari Minggu, tanggal 12/08 aku off kerja dan rencana gak kemana-mana. Jam 12 siang, teman dari Soin (teman kosku) mampir ke kosan sebelum dia berangkat kerja.

Kedatangan dia menghentikan aktifitas tidurku. Kita ngobrol beberapa topik yang nggak bermakna. Hingga sampai pada pertanyaannya yang lumayan berkesan, “Jadi lo kapan mau bikin video lagi?”

“Belum tau. Masih belum nemu ide.” Aku menjawab dengan santai.

“Bikin lagi dong. Apaan kek, tentang 17an gitu, atau tentang Asian Games.” Dia melemparkan satu ide sambil menyantap bakso yang tadi dia bawa.

Beberapa saat aku terdiam, dan memikirkan ide brilian darinya itu.

Aku berkata kepadanya, “Eh, lo pernah nggak, ngobrol sama seseorang yang nggak begitu penting dalam diri lo, trus nggak sengaja dia melemparkan sebuah kalimat yang sangat sepele, tapi kalimat itu bisa mengubah dan membuka pikiran lo?” Aku duduk dan sedikit tersenyum.

Dia menjawab, “Mungkin pernah, tapi gue lupa.”

Aku membetulkan posisi duduk dan mulai menatap dia dengan serius. “Kenapa gue nggak bikin video tentang 17an ya? Kenapa nggak kepikiran dari kemarin-kemarin ya? Ide bagus banget tuh!” Otakku mulai melayang-layang mikirin bagaimana konsep video yang akan aku bikin.

Sekitar jam 3 sore, ada satu temanku namanya Irwan main ke kosan. Basa-basi demi basa-basi, akhirnya kita sampai pada obrolan yang mengarah dengan rencanku membuat video. “Lo masih ngeyoutube gak To?”

Aku terdiam beberapa detik. “Masih. Kenapa?”

“Itu, Mas Feni lagi sibuk-sibuknya bikin video tuh. Kenapa gak gabung aja sama dia?” Dia menawarkan aku untuk kolaborasi dengan teman kerjanya.

“Boleh,” aku menjawab dengan nada kalem. Aku kenal dengan yang namanya Feni, tapi tidak begitu akrab. Mas Feni punya hobi yang sama denganku, membuat video.

“Sekarang dia udah punya drone, punya kamera juga.” Irwan menjelaskan sedikit tentang temannya  itu agar aku punya ketertarikan dengan tawarannya.

“Hari ini bang Feni masuk apa?” Aku biasa manggil laki-laki dewasa dengan ‘Abang’.

“Siang.”

“Ayo ke Champion sekarang.” Dengan semangat aku mengajak dia ke tempat kerja bang Feni saat itu juga.

Sampai di sana aku ngobrol dengan bang Feni panjang lebar, membahas tentang video-video youtube, dan membahas juga tentang rencana kolaborasi kita ke depan.

“Gini aja bang, kita bikin video tentang 17an. Tapi kita harus percepat, karna waktu udah lumayan mepet. Paling telat kita mengupload tanggal 16.” Aku menawarkan dia untuk ikut terlibat dalam video yang sedang aku rencain.

“Boleh juga tuh, tinggal kita mikirin konsepnya gimana.” Bang Feni setuju.

Tanpa pikir panjang, saat itu juga aku menemukan gambaran tentang video yang akan kita bikin. Kita akan membuat sajak dalam bentuk video yang berisi tentang kemerdekaan.

“Gini bang, aku udah nemu ide.” Aku tersenyum dengan ide yang barusan mampir ke pikiranku. “Kita bikin video puisi. Kita ngomong depan kamera rame-rame. Ntar puisinya gampang, biar aku bikin.”

“Kalo aku To, kita gibarin bendera gimana? Tapi kita pilih gedung tinggi, biar benderanya berkibar.” Bang Feni mengeluarkan idenya juga.

“Boleh juga tuh bang. Jadi kita bikin 2 video sekaligus. Gedung tinggi yang bisa dimana ya?”

“kalo itu aku belum tau. ITC Cempaka bisa gak ya? Di lantai atas parkiran mobil gitu.”

“Gak tau deh bang. Kita coba aja. Kita kasitau ke Satpamnya kalau kita bukan sedang nyari tempat untuk bunuh diri.”

Fix, kita berdua menemukan kesepakatan bahwa besok, tanggal 13 sore, kita akan bikin video.

Malamnya aku mulai menyibukkan diri dengan merangkai kata-kata sajak. Malam itu tercipta sekitar 7 bait. Aku menyuruh beberapa teman untuk membaca dan minta kritik terhadap sajak yang pembuatannya sangat buru-buru itu.

“To, ini sudah lumayan sih,” kata Soin, teman kosku.

“Aku nggak butuh pujian. Coba kasitau kekurangannya apa, dan kita revisi bareng-bareng apa yang kurang.”

“Jujur ya... Sebenarnya puisi kamu itu masih dalam kategori biasa-biasa aja. Gak ada yang wow. Kata-kata ginian mah udah biasa. Trus, ini kalau dibuat dalam bentuk video, kurang panjang. Paling cuman 1 menitan.” Soin mulai memberi kritik.

“Kita tambahin dong. Bantu aku nambahinnya. Kamu ada ide gak?”

“Mending kamu tidur dulu deh. Siapa tau besok kamu ada ide. Kalau aku sekarang, lagi gak fokus.” Bagaimana fokus, orang dia lagi asik main game.

Malam itu aku menuruti sarannya. Aku tidur. Sebenarnya jam 11 malam itu bagiku masih sangat dini untuk tidur malam. Yang ada dalam pikiranku hanya sebuah harapan agar besok pagi aku menemukan kalimat-kalimat wow.

Besok pagi, bang Feni memberitahu lewat chat WhatsApp kalau hari ini dia nggak bisa bikin video sesuai rencana karna dia punya rencana lain yang mendadak. Dia mau berlibur sama keluarga. Aku iyain karna hari itu aku memang belum siap. Kita menunda rencana jadi besok, tanggal 14.

Malamya aku duduk berdua dengan Soin di tempat tongkrongan biasa aku menemukan inspirasi. Aku pusing menyusun kata-kata wow, Soin sibuk push rank ML nya.

Dan akhirnya, selesai.

Aku juga mengajak temanku yang lain untuk terlibat dalam videoku. Selain Soin, aku mengajak Arif, si anak bajingan tetangga kosku, juga mengajak Dwi, anak Utara, dan Rini pacarnya. Rencanku, kita berlima di dalam layar, dan meneriakkan puisi yang aku buat.

Malam itu kita bermarkas di kamar Arif. Aku, Dwi dan Rini sibuk mencari musik yang pas untuk puisi yang telah aku buat, Soin sibuk main game, dan Arif tidur.

Malam itu rencana kita berlima mengambil rekaman suara untuk puisi itu satu persatu, tapi apa daya Rini ngantuk dan minta pulang. Kita bubar sekitar jam 2 pagi.

“Soin, anak-anak udah pada balik,” aku memberitahu Soin yang sudah balik ke kamar, dan masih dengan dunia gamenya.

Soin merespon, “Mereka udah rekaman belum?” Aku rasa dia malah nggak tau dia sedang nanya apa.

“Sudah. Tinggal kamu.” Aku jawab aja begitu biar dia semangat untuk rekaman juga.

“Yaudah, rekamanku mah ntar gampang. Besok kamu balik kerja, rekamanku udah siap.”

“Oke.”

Aku tidur dalam video yang sedang aku rencanakan.

Di hari berikutnya, hari yang telah ditentukan, aku buru-buru dari tempat kerja. Aku sampai di kos sekitar jam 3 sore. Aku melihat kos hening. Anak-anak kemana?

Yang ada hanya Arif yang sedang marah-marah karena kunci kamarnya dibawa oleh temannya, jadi dia gak bisa masuk. Aku menanyakan posisi Soin ada dimana via chat WA, katanya dia sedang berada di Sumur Batu, sebentar lagi mau balik. Aku chat Dwi dan Rini, kata Rini mereka sedang otw.

Setelah cuci muka dan sudah siap untuk berangkat ke tempat kerja bang Feni.

Aku pamit ke Arif yang sedang main HP di dalam kamarnya, yang sebelumnya dia sibuk memecah gembok kamarnya. “Ayo Rif.” Aku hanya basa-basi ke Arif, karena aku sudah tau dari semalam Arif gak tertarik dengan project ini.

“Lo jadi bikin video Tong.”

“Jadi Rif. Ayo!”

“Lah, gue belum mandi.”

 “Yaudah mandi aja dulu. Lo nyusul ya. Ntar gue kabarin posisi kita dimana.”

Aku berangkat sendirian. Dengan harapan, semua akan berjalan lancar hari ini.

Sampai di tempat kerja bang Feni, aku melihat dia sedang memainkan dronenya. Kita menentukan tempat kita akan bikin video.

“Jadi kita bikin video dimana To?” Bang Feni minta kejelasan tempat sambil mengendalikan drone yang sudah terbang entah kemana.

“Gue tetap pengennya di gedung tinggi sih bang. Tapi masalahnya, kita cuman berdua. Kemarin kita sepakat 5 orang, tapi sekarang pada gak jelas.”

“Kita ke taman jogging aja, ini kan perdana kita bikin video bareng. Jadi yang dekat-dekat aja dulu.”

Aku mengiyakan tempat rekomendari bang Feni. Sebelum berangkat, aku chat Dwi dan Rini menanyakan posisi mereka sudah dimana.

“Rin, lo udah dimana?”

“Gue udah di rumah Dwi kak.”

Beberapa menit hening, kemudian chat Rini masuk lagi, “Kak, sorry banget. Kakinya Dwi sakit. Kakinya kambuh lagi. Sorry banget ya, kayanya kita nggak bisa ikut.”

“oh yaudah. Gapapa Rin.” Menurutku, cuman orang mati yang gak merasa kecewa dengan keadaan seperti itu.

Aku berangkat ke taman jogging berdua dengan bang Feni. Sampai di sana, kita mencari parkiran, masuk, kemudian kita mencari posisi yang pas untuk memulai misi.

Kita menemukan tempat yang pas. Di samping pagar, sebelah jalan raya. Selain tempatnya yang agak luas, cocok untuk menerbangkan drone, juga di pagarnya banyak bendera yang berjejeran.

Disana kita membuat beberapa gambaran tentang video yang akan kita buat. Dan kesimpulannya bang Feni hanya sebagai pemegang kamera dan aku di dalam layar. Sebenarnya aku pengenya dia juga berada di dalam layar. Tapi, bang Feni menolak, katanya dia tidak pede di depan kamera.

Kita selesai sekitar jam 7 malam. Kita berdua kembali tempat kerja mas Feni. Dia pengen bakso yang ada di sebelah tempat dia kerja, juga aku mau mengambil file hasil rekaman tadi.

Semua berjalan lancar, dan aku pulang ke kosan sekitar jam 9 malam.

Sampai di kamar, aku tidak membuang-buang waktu lagi, aku langsung rekaman suara sendirian. Aku merekam 2 kali. Bagiku melewati rekaman 2 kali di dalam kamar itu, berasa 2 tahun. Karena was-was ada orang lewat dan berisik, juga takut tetangga akan terganggu dan datang membakarku hidup-hidup di dalam kamar.

Kebetulan, besoknya tanggal 15 aku off kerja, jadi aku menghabiskan malam itu di depan layar HP untuk mengedit. Sebagai manusia yang tak punya skil dalam berpuisi, aku sangat lama mengedit suaranya. Malam itu aku tidur sekitar jam 4 pagi.

Aku bangun jam 9 pagi, kembali menghadap ke project mulia. Aku kembali mendengar audio hasil editanku semalam, dan shit! Sangat jelek. Aku kembali mengedit ulang. Cuman membuat audio sudah menyita waktuku sangat lama. Sekitar jam 2 siang aku kelar, dan akhirnya aku tertidur.

Aku bangun sekitar jam 6 sore, kembali mengedit, dan shit lagi! Jaringan internet tidak bagus. Rencana untuk mendownload beberapa video kemerdekaan di internet terhambat oleh jaringan yang kaya tai. Dan kekesalanku saat itu berakhir dengan tidur lagi. Ya, tidur adalah bagian dari hobiku juga.

Aku terbangun kembali sekitar jam 8 malam. Aku cuci muka, ambil kunci motor, dan keluar untuk ngopi di tempat biasa aku menyendiri. Disana ketika aku sedang duduk dan mengotak-atik projek yang sedang aku buat, jaringannya mendadak bagus.

Sebuah kata syukur lewat di dalam otakku. Aku langsung buka google dan mendownload beberapa file yang aku perlukan. Aku melanjutkan mengedit di tempat itu, walau penuh dengan kebisingan suara motor. Sekitar jam 10 video dan audio kelar, aku balik ke kos. Berhubung juga karena batre HP ku sudah mulai sekarat.

Di atas motor, aku hanya memikirkan pekerjaan aku selanjutnya setelah sampai di kos.

Aku ngecas HP, dan membuka laptop, menonton video youtube, sambil menunggu batre HP ku bisa digunakan kembali.

Sekitar jam 12 malam, kembali aku mengedit. Di tahap terakhir itu aku mengedit dengan semangat dan sedikit berisik.

“Wah, udah nih... “ Soin memandangiku sambil senyum-senyum melihat tingkahku, karna dia tau kebiasaanku ketika setiap video yang aku edit hampir selesai.

“Yoiii.... “

Jam setengah 3an akhirnya kelar juga. Perjuanganku selama beberapa hari tidak sia-sia, beberapa kali aku memutar hasil video editanku, sengan senyum bangga. Dan akhirnya aku berbaring di samping kedua teman kosku yang sedang asik dengan dunia mimpi mereka masing-masing.

Tapi, namanya sedang bahagia, aku tidak bisa tidur. Sekitar 2 jam aku hanya berbaring tanpa tutup mata. Jam 4an aku memutuskan untuk bangun dan membuka laptop.

Aku mengupload ke dalam youtube hasil video itu, promosi ke berbagai media sosialku, dan akhirnya tenang.

Jam setengah 6 pagi, tanggal 16, aku mandi dan berangkat kerja.

Dari perjuanganku membuat video ini, aku merasa sudah ikut terlibat dalam merayakan hari kemerdekaan, dan juga merasakan perjuangan para pahlawan terdahulu, walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Terima kasih telah berkunjung.
***

No comments:

Post a Comment

Mungkin Kamu Suka

Patah Hati dalam Rangkaian Kata: "Patah Hati Yang Kau Berikan"

Selamat datang para pembaca setia, Kali ini, mari kita tertawa sedikit meskipun membahas sesuatu yang serius. Kita akan membahas puisi yan...