Hari pertama PUASA

Gak terasa udah puasa lagi, perasaan baru tahun kemarin bualan puasa 🤔🤔🤔.

Untuk teman-teman Muslim, selamat menunaikan ibadah puasa, semoga puasanya jangan batal gara-gara iklan marjan di 30 hari ke depan ini.

Sudah 3 kali gue berhadapan dengan bulan puasa disini, tapi entah kenapa gue selalu terjebak dihari pertama. Kalau tahun pertama gue anggap itu wajar, gue belum tau situasi. Tapi, tahun ke dua sama sekarang ini, gue terjebak kembali. Penyebebab utamanya karna kebegoan gue tidak menganalisa data-data tahun sebelumnya, akhirnya gue terpaksa ikut puasa juga. Warteg dan warung-warung pada tutup.

Jam 9 pagi gue keliling bawa motor. Patroli siapa tau ada warteng atau grobak makanan yang bisa dibeli. Jangankan warung makan, warung kopi aja pada tutup. Cuman alfamart sama indomaret yang tetap online.

Gue balik ke kos, tidur lagi. Jam 12 siang gue bangun trus patroli lagi. Berharap ada warung yang berpihak kepada gue sebagai insan yang tidak berpuasa ini. Tapi, ternyata... masih alfamart dan indomaret 😭😭😭😭.

Yang gue sesali cuman 1. Kenapa tadi pagi gue gak sahur?!!!!!!!

Hmmm. Tanpa sahur pagi, gue bisa tahan sampai jam buka puasa. Eh, gak deng, tadi siang gue minum air.

Gue ingat kejadian pas gue minum tadi siang. Gue minum air dan teman gue yang lagi puasa ada disitu.

"Lo enak, bisa minum."

"Emang kalo lo minum kenapa?"

"Ntar puasa gue batal lah. Pahala gue ga dapet."

"Tapi pas minumnya, lo berdoa. Biar lo dapat pahala."

Gue harus butuh kertas sama pulpen untuk membahas itu. Pahala hilang, dan pahala datang. Imbang???

Gak ngerti deh. Gue mau ke indomaret dulu, mau beli stok mie instan untuk 30 hari ke depan.

***

Baru tau, JOB FAIR itu seperti apa

Kali ini gue mau menulis tentang pengalaman sehari gue yang sebenarnya sama dengan cerita-cerita gue sebelumnya. Gak berfaedah.

Hari itu hari Kamis, Minggu pertama di bulan mei tahun 2018; (Terlalu formal ya??). Gue udah ada janji sama teman kerja gue, namanya Devit, untuk menghadirkan cerita baru hari ini. Kita rencana pergi ke Job fair daerah bekasi. Info Job fair ini berasal dari group chat whatsApp Devit, dan dia ngajak gue untuk kesana. Alasannya entah cuman buat temenin dia doang, atau biar gue ada pengalaman tentang job fair - job fair gitu. Yang pasti, malam sebelum kita kesana, dia bikin jempol kanan gue keseleo dan mengalami cidera sampe pagi. Dia nyuruh gue nulis surat lamaran kerja sebanyak mungkin. Dengan semangatnya gue, akhirnya 2 lamaran terselesaikan.

Rencana jam 8 pagi, kita harus udah berangkat dari Pulogadung, karna acaranya dimulai jam 10 pagi. Berhubung kita berdua masih bego soal jalanan Jakarta dan Bekasi, dimana kita hanya mengandalkan google maps, makanya kita memilih berangkat sedini itu.

Tapi, kondisi berkata lain. Gue baru bangun jam setengah 8 pagi. Gue buka HP dan ngebaca chat dari Devit, katanya dia udah mau nyampe di tempat gue. Dia naik Busway.

Gue salto dari tempat tidur, langsung ke kamar mandi, cuci muka, trus beresin berkas-berkas yang akan gue bawa nanti.

"Yahh.... surat keterangan dokter gue sama Devit."

Sambil nunggu Devit sampe di halte perjanjian, gue pergi ke tempat fotocopy untuk kelengkapan berkas gue. Kemudian gue jemput dia di halte. Dari jauh, gue ngeliat sosok makhluk bawa helm keluar dari busway. Fix, ini Devit. Gak mungkin ada manusia lain sepea itu selain Devit.

Dari jauh dia ngeliat gue, dengan melukis senyum manis dibibirnya, seolah gue 2 sejoli baru bertemu setelah bertahun-tahun pisah.

"Lo belum rapi kampret?" Dia ngeluarin basa-basi pertama.

"Masih lama ini. Ayo." Gue nyalain motor dan Devit naik.

"Lo gue tinggal di warung kopi ya. Lo jangan ke kost gue, lagi berantakan. Anak-anak cewe lagi masak, jadi model kamar gue lagi kaya dapur gitu. Gue mau rapi dulu." Gue pake alasan gini biar di gak tau gimana keadaan kamar gue yang sesungguhnya yang kaya kandang kamb*ng.

"Ya. Jangan lama. Udah mau setengah 9 ini."

Gue ninggalin Devit di warung kopi dekat kost gue dan gue langsung menuju kost. Dari tatapannya ketika gue tinggalin itu, mimiknya seolah berkata, "Anjing nih anak. Gue udah buru-buru biar on time, dia malah nyantai."

Sekitar setengah jam, gue samperin dia dalam keadaan siap berangkat.

"To, lo ada duit kecil gak? Gue ga ada receh buat bayar kopi," dia menerima kedatangan gue dengan malakin selembar goceng di dompet gue. Wahh, awal yang kurang baik.

"Ayo!" Devit naik seperti gak terjadi apa-apa.

"Eh, kita fotocopy surat dokter gue dulu. Lo udah bawa kan?" Gue mencoba mengingatkan Devit.

"Ntar aja To. Kita udah telat ini. Ntar aja disana. Kayak gak ada fotocopy disana aja."

Akhirnya kita berangakat tepat jam 9 pagi. Untuk ukuran negri kita, ngaret 1 jam masih hal wajar.

Gue yang jadi driver, sedangkan dia di belakang gue bertugas ngeliatin google maps untuk memantau rute kita. Tapi baru sekitar seperempat jalan, gue minta untuk pake headset aja, gue colokin ke hp yg dia pegang, karna gue lebih percaya suara google maps dari pada suara makhluk yang bawa helm di atas busway ini. Tapi gue masih tetap nyuruh dia untuk sembari memantau dari layar Hp.

Bagaimanapun juga gue harus mengakui bahwa suara google maps itu bikin hati adem. Juga penyabar. Dia rekomendasi belok kiri, tapi kita belok kanan, tegurannya tetap bernada sabar, "Belok kiri." Dan meski kita tetap ke kanan, dia bakal ngubah rute untuk nyambungin lagi ke arah tujuan kita. Gue yakin, sabar ada batasnya. Gue tinggal nunggu aja google maps ngomong kasar dengan nada sabar, "Belok kiri goblok."

Sekitar 1 jam kita menikmati perjalanan bersama suara google maps, akhirnya kita sampe di tempat tujuan dengan on time. Sekitar jam 10an. Ternyata jobfairnya di dalam mall, dan info yang kita dapat acaranya berada di lantai 2.

Masih dengan Devit di belakang gue, kita masuk dan mencari tempat parkir. Agak lama kita muter-muter hingga akhirnya kita menemukan basement untuk parkiran.

”Vit, matiin google mapsnya goblok. Di telinga gue brisik banget ini. Sudah sampe tujuan mulu ngomongnya.”

Kemudian kita mencari pintu masuk mall. Dengan sok pedenya gue di depan. Gue gak mau terlihat kaku di mata Satpam disini. Masa anak dari Jakarta masuk mall masih kaku?! Waktu itu, gue kepleset karna lantainya licin. Gue rasa kepleset dikit itu hal wajar.

Di sana kita keliling mencari tempat acaranya. Ketika kita sedang di eskalator, 1 orang dari belakang menegur, “Mas, tempat Job fair dimana ya?”

Gue bertatapan sama Devit. “Ikut kita aja mas, kita juga mau kesana.”

Kita bertiga bareng nyari tempatnya. Dari jauh kita melihat ada yang lagi rame di lantai atas.

“To, gue mencium aroma job fairnya di atas sini. Ayo.” Devit sembari melangkah ke eskalator.

Semakin dekat, kita melihat muka-muka yang ada di sana seperti muka-muka pengangguran. “fix! Ini dia tempatnya Vit.”

Sedikit kita merasa minder, melihat yang lain berpenampilan menarik dan sepertinya kebanyakan dari mereka sudah bergelar sarjana. Ketika gue tanya sama orang yang nempel sama kita sejak dari eskalator pertama, ternyata dia lulusan S1. Tapi minder kita berdua hilang ketika teman baru kita si S1 itu masih bingung dan nanya-nanya hal bego ketika ngisi formulir pendaftaran.

"Mas, ini pilihan pendidikan terakhir, diceklis atau disilang ya?"

"Dijilat mas!!!"

Beberapa fase kita lalui, hingga akhirnya kita diarahkan ke ruangan tempat dimana beberapa PT yang akan merekrut karyawan baru berada. Ada sekitar 15 PT. “Owh… seperti ini yang namanya Jobfair???” Gue berbisik di telinga Devit.

“Iya To, kayak pasar yang berjejeran jajanan gitu ya.”

"Hahaha. Ada yang jual es teh manis gak ya?"

Kita berdua mencari PT yang kita suka dan sesuai dengan kriteria kita, untuk kita taroh surat lamaran disana. Gue yang tingginya cuman 120 mm ini, jadi susah untuk hal-hal begini.

Ada 1 PT, yang persyaratannya cuman melihat nilai rata-rata UN. Gue dan Devit tertarik untuk naroh disitu. Gue yang gak bego-bego amat waktu SMA berhak untuk mendaftar. Tapi sayangnya Devit enggak.

“Nilai rata-rata UN gue gak mencukupi To.” Devit sembari ketawa. Kalimatnya itu sama kayak dia ngomong ke gue, “Waktu SMK, gue bego kampret!!”

“Ya ialah. Kalo Nilai lo gede, gak mungkin tadi lo bawa helm di dalam busway. Yaudah, cari yang lain lagi.” Kita muter mencari PT lain.

Beberapa nama PT udah kita lewatin. Akhirnya Devit menemukan 1 PT yang tepat.

“To, kita taroh disini satu. Ini PT baru, peluang diterimanya besar.” Devit ngeluarin berkasnya dari tas.

“Vit, bentar dulu deh. Kita nyari fotocopy dulu. Berkas gue belum lengkap. Surat keterangan dokter gue tadi belum di fotocopy.”

“Gampang To, gue taroh dulu lamaran gue. Baru ntar kita cari fotocopynya.”

Gue hanya diam. Menyesali kenapa gue harus ikut bersama sibangsat ini.

Setelah dia selesai naroh berkasnya, gue narik tangannya untuk keluar dari sana dan mencari fotocopy terdekat. Kita keluar dari mall. Kita Tanya Satpam tempat fotocopy dimana. “Paling adanya di sebelah sana mas. Setelah gedung ini.”

Kita berjalan sesuai arah yang ditunjukkan Pak Satpam yang baik hati itu. Agak jauh kita berjalan, dan masih belum menemukan tempat fotocopynya. “Vit, harusnya kita gak usah nanya sama satpam kampret itu.”

 Kita terus berjalan, berharap tempat fotocopy segera dipertemukan dengan kita berdua. Alangkah susahnya mencari tempat fotocopy di Bekasi. Harusnya tadi sebelum berangkat, gue gak ngikutin kata-kata makhluk yang nilai UNnya kecil ini.

Hampir kedua kaki kita mau ngambek dan gak mau diajak jalan lagi, mata kita ngeliat tempat fotocopy di depan. Terima kasih Dewa, Engkau sudah naroh fotocopy juga disana.

Setelah semua beres, kita langsung kembali ke tempat jobfair. Gue naroh berkas di PT yang Devit rekomendasi tadi. Kita nyari PT lain lagi, sambil mendengarkan ocehan dari Bapak penyelenggara acara. Dia sedang memberikan seminar kepada kita para pencari kerja tentang membuat CV yang baik dan benar.

Beberapa jam kita disana, akhirnya selesai juga dengan membawa sertifikat mengikuti seminar job fair. Kita turun, keluar gedung, langsung menuju grobak es buah. Karna hanya es buahlah yang bisa ngerti hawa panas siang hari di Indonesia ini. Selain senyum adem dari Via Vallen.

Setelah mengeksekusi es buah, kita menuju basement, tempat motor kita. kita keluar dari sana, rencana langsung berangkat ke tempat kerja kita di daerah Jakarta Pusat. Dan hal yang tak terduga, Devit tidak ikut. Katanya dia mau naroh lamaran kerja di tempat lain lagi. Gue iyain, dan gue turunin dia di depan jalan raya.

Berikut gue tau, ternyata Devit pergi ke rumah cewenya.

***

Fakta unik ANAK KOST

Gue menulis tulisan ini berawal dari hasil renungan gue selama beberapa menit, ditemani dengan secangkir kopi. Sebagai anak yang senang berimajinasi, ada kala gue merasa buntu dan gak tau mau mikirin apa untuk dijadikan bahan senyuman. Disaat gue lagi gak mikir, disaat itu juga gue mikirin apa yang harus gue pikirin ketika gue lagi gak mikir. Yang merasa pusing dengan kalimat barusan, lambaikan tangan.

Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya gue memutuskan untuk menulis hal-hal yang dekat dengan gue, Anak Kost. Secara, gue mulai ngekost sejak kelas 2 SMP, sampai sekarang. Yaaa…. Sekitar 8. 8 abad kurang 792 tahun.

Di tulisan ini gue akan berbagi 5 fakta unik tentang anak kost. Ini pengalaman gue, dan juga pasti dialami oleh para anak kost lainnya.
***
Mie instan.
Ini mungkin sudah hal biasa yg sudah banyak diketahui oleh orang banyak. Anak kost selalu identik dengan mie instan, keduanya punya ikatan tersendiri, ikatan yang sangat erat yang tak bisa dipisahkan oleh apapun. Mie instan adalah makanan yang selalu setia menemani kita sebagai anak kost di setiap tanggal tua. Dan yang teman-teman tidak sadar, kitalah yang menaikkan angka penjualan mie instan, dimana produksi mie instan naik pesat di setiap akhir bulan. Itulah kita, para anak kost, punya jasa besar yang tak pernah kita sadari selama ini
***
The power of rice cooker.
Untuk masalah masak memasak, kita cukup menggunakan 1 alat. Memasak nasi, masak air, masak mie instan, masak sayur, dln lainlainnya kita hanya mengguunakan rice cooker. Dan multi fungsi dari benda ini, tidak akan jadi sehebat ini jika bukan otak super kreatif dari kita sebagai anak kost.
***
Berbagi itu indah.
Sifat yang paling menonjol dari kita sebagai anak kost, adalah berbagi. Milikmu adalah milikku, milikku adalah milikmu. Parfum lo adalah parfum kita bersaama; akua galon lo adalah akua galon kita bersama; pacar lo adalah pacar kita bersama. Intinya, bukan anak kost namanya kalo ga ada rasa berbagi.
***
Budaya ngantri.
Sebagai anak kost sejati, ngantri adalah satu kondisi yang selalu dijalani setiap saat. Yang sering dan selalu terjadi adalah ngantri kamar mandi dan ngantri jemuran. Kami, anak kost, terbiasa untuk menghargai urutan, menghargai yang duluan
***
Mandiri.
Kita anak kost, yang jauh dari rumah, jauh dari orang tua memiliki jiwa mandiri, masak sendiri, nyuci sendiri, mandi sendiri, ya semua serba sendiri. Untuk kalian yang ingin mencari pasangan idaman yang bisa masak bisa nyuci, carilah diantara anak kost, walaupun sedikit gak beres.
***
***
Gue juga meraciknya dalam bentuk video. Silahkan ditonton.


terima kasih telah berkunjung,
***
Salam ANAK KOST !!!

Apa tujuan kita ke Bandung?

Akhirnya kita balik lagi ke Jakarta dengan membawa rasa pusing setelah kurang lebih 4 jam di dalam mobil travel. Gue dan Eka pisah mobil dengan Pak Yudi. Dia mencari travel yang tujuan Depok, sedangkan gue dan Eka arah Kelapa Gading. Selama 4 jam di dalam travel itu, kita cuman duduk dengan posisi awal hingga akhir, sama. Ketika turun, kaki gue berasa lupa cara berdiri yang baik dan benar, dan pantat gue serasa memuai setelah mengecil selama 4 jam.

Kita bertiga dari Bandung, 2 hari 1 malam (5’6.5.18). Gue, anak bogel dari Nias; Eka, makhluk Tuhan yang apa-apa selalu laporan ke ceweknya; Pak Yudi, pria buncit yang bertanggung-jawab atas perjalanan kita bertiga.

Kita berangkat pagi Sabtu. Entah kenapa nasib kita sedikit tidak beruntung. Kita cuman kebagian mobil travel yang murah. Ibarat toilet, yang terbaik toilet mall, kita cuman dapat toilet SPBU. Sangat ekonomis tingkat rakyat jelata.

Di dalam tiket kita berangkat jam 10 pagi, dengan durasi ngaret setengah jam, jadi kita fix berangkat jam 10.30. Dengan udara AC mobilnya yang kurang dingin, ditambah cuaca siang hari yang lumayan panas, dan macet jalanan yang jalannya cuman bisa merayap, lengkaplah kenikmatan liburan kita ke Bandung.

Kita sampai di Bandung sekitar jam 5 sore. Akhirnya siksaan semi neraka di dalam travel itu kelar juga. Kemudian kita pesan grabcar untuk menuju hotel. Kebetulan sopir grabcarnya masih anak muda, jadi kita diajak ngobrol dengan logat Sundanya. “Baru balik kerja A?” Sopir grabcarnya sok kenal.

“He e,” bahasa sunda yang gue tau cuman itu.

“Enggak. Kita dari Jakarta, baru sampe. Urusan kerja juga.” Kata Pak Yudi, si pria buncit itu.

“Ooh.. baru pertama ke Bandung A?” Sopirnya masih melanjutkan interview.

“Gak sih kang. Waktu itu pernah ke Bandung, cuman udah lama.” Pak yudi menjawab sambil mencari kesibukan sendiri denga buka HP.

Dialog kita terhenti untuk beberapa saat.

“Gue ke Bandung pengen liat lautan api, disebelah mana ya kang?” Gue mencoba ngeluarin guyonan untuk memecah keheningan kita.

“Lautan api A?? di bawah agak jauh dari sini. Stadion kan?” Sopir grabnya menjawab dengan serius.

“Oohhh,” gue hanya menjawab begitu sambil menatap Pak Yudi.

“Kalau gue mau nyari peyem!” Pak Yudi mencoba bercanda juga.

“Kalau peyem dekat sini A. Biasanya dijual di jejeran jalan ini.” Sopirnya lagi-lagi jawab serius.

“Maksud saya Peyempuan.”

“Hahaha… perempuan A? itu mah banyak di kampung saya A. banyak gadis-gadisnya. Main ke sana aja A.”

Rasanya pengen gue tonjok sopir grabnya. Sambil teriak, “Buat lo yang gak bisa ngebedain becanda sama serius!!!”

Sampai hotel, ketika berada di loby, 1 orang satpam memperhatikan kita dengan agak curiga gitu. Mungkin dalam hatinya, “Udah homo, mainnya bertiga lagi!!!”

Gue mengingatkan Pak Yudi tentang kita bertiga, “Pak, ini malam Minggu. Gue gak mau dicap homo sama orang-orang Bandung. Kita jalannya agak jauh-jauhan ya, jangan deketan. Apalagi pegangan tangan.”

Pagi Minggunya kita berangkat ketempat tujuan utama kita berada di Bandung. Ikut dalam acara Grand opening Vincake, toko cake baru milik Vino G. Bastian. Kita sampai di sana jam setengah 8 pagi. Rencana Vino dan istrinya akan sampai di sana jam 9 pagi. Kita siap-siap, tamu dan para fansnya Vino mulai berdatangan. Tapi namanya artis, ngaretnya Vino lebih parah dari mobil travel gue kemarin. Vino baru sampe di tempat itu jam 12.30 siang.

Acaranya meriah. Para peliput dari berbagai media TV datang. Juga para blogger dan orang-orang yang gak berkepentingan ikut memeriahkan acara itu. Termasuk kita yang sebenarnya gak begitu dibutuhin di sana.

Vino mulai berbicara dengan suara khasnya, serak-serak kasar. Suara yang kalau kita dengar bawaannya pengen nyodorin air minum. Dia bercerita tentang asal mula rencananya bikin toko cake, bercerita tentang rasa khas cake barunya, tapi soal film terbarunya, wiro sableng, dia gak cerita. Kemungkinan, dia lagi lupa bawa kapak 212 nya.

Acara selesai sekitar jam 5 sore. Jam 6 kita langsung nyari travel untuk balik ke Jakarta. Dan sialnya lagi, kita dapet mobil travel yang sama pas kita berangkat. Semi neraka dimulai kembali.

Kita berangkat dari sana jam 8.30 malam, dan sampai di Jakarta jam 12 malam. Capeknya kita terbayar setelah turun dari mobil, dan disebelahnya ada warung kopi. Sungguh nikmat teh hangat warung kopi ini.
***
Terima kasih untuk cerita yang tertulis selama 2 hari ini.

Mungkin Kamu Suka

Patah Hati dalam Rangkaian Kata: "Patah Hati Yang Kau Berikan"

Selamat datang para pembaca setia, Kali ini, mari kita tertawa sedikit meskipun membahas sesuatu yang serius. Kita akan membahas puisi yan...